 |
Taman Nasional Bantimurung ini dipahat di bukit karst |
Wisma Depsos Jalan Perintis, Makassar itu masih menampung para
penghuni terakhir dari Blogger Nusantara. Masih ada saya, encim Tuteh, Mbak Anazkia, Mbak Lutfi, Isnain,
Bang Bradley, Mas Kiki.
Tapi hari ini kami akan check out dari wisma dan akan menjelajahi
wisata Makassar berdasarkan info-info dari Komunitas Makassar Backpacker dan
Jalan-Jalan Seru Makassar, kecuali Isnain dan kak Kiki. Mereka berdua harus
pulang siang harinya.Sebelum meninggalkan wisma akan akan menjadi kenangan itu kami
sempat foto-foto narsis ala Penghuni Terakhir. Tetiba sedih. Kapan lagi bisa
ngumpul hore seperti ini…
Sambil menunggu jemputan dari Daeng Ipul, kami sarapan di café depan
wisma. Ceritanya hari ini kami menyewa mobil dari Komunitas Jalan-Jalan Seru
Makassar dengan harga miring. Heheehe.. Dan daeng Ipul yang sepertinya tidak
pernah kelelahan masih mau menjadi driver dan guide untuk kami.
Bantimurung! Ya, ini tujuan pertama kami.
Wisata alam di Taman Nasional Bantimurung itu berjarak kurang lebih
50km sebelah utara kota Makassar. Bantimurung terketak di Kab. Maros. Pukul
sepuluh lewat kami berangkat. Perjalanan memakan waktu sekitar 1 jam lebih
membelah jalanan Makassar yang sudah panat dan dipadati lagi oleh baliho-baliho
pemilihan pejabat ini itu lalu menyusuri jalanan kabupaten Maros.
Akhirnya tiba juga. Sebuah kupu-kupu raksasa menyambut kami di
gapura. Khas Bantimurung yang memang terkenal sebagai kerajaan kupu-kupu. Di pelataran parkir terdapat banyak yang jualan cinderamata berupa
gantungan kunci, kalung, hiasan dinding semua dengan bahan kupu-kupu yang
diawetkan.
Biaya masuk ke dalam wisata air terjun dan gua Bantimurung itu
15.000 rupiah per orang. Tidak ada perbedaan tarif masuk dewasa dan anak-anak. Cuma ada perbedaan tariff wisatawan domestic
dan mancangara.
 |
ayo, dipilih-dipilih! buat oleh-olehnya mbak, mas... |
Air terjun Bantimurung siang itu lumayan ramai, padahal hari senin.
Air terjun itu tidak tinggi dan juga tidak dalam sungainya. Kupu-kupu warna
warni ramai terbang berseliweran di
antara manusia. Pohon-pohon tinggi. Di sana sini ada penyewaan tikar, ban
pelampung hingga baju ganti untuk berenang. Cuaca cukup panas tapi berada di
tepian air terjun dan sungai cukup adem. Sambil menikmati camilan yang kami
bawa dan kupu-kupu cantik. Okelah untuk melepas penat. Anak-anak heboh berenang
dan main ban. Saya hanya memilih untuk tetap ‘stay dry’, jadi hanya
eksyen-eksyen foto narsis di depan air terjun, bahkan bergaya ala foto prawed
bareng Bang Bradley. Hihiii..
 |
gaya kita udah oke kan? :p |
Keputusan encim Tuteh untuk tidak ikutan tracking ke gua Bantimurung
adalah bijak. Encim hanya ingin tidur di bawah pohon di pinggiran air terjun,
dialasi sebuah tikar pandan. Bisa sekalian jadi penjaga barang kami. Muehehee.
:P
ternyata tracking ke gua lumayan memakan tenaga, teman! Tangganya
cukup membuat saya yang cuma sarapan tiga tangkup roti ngos-ngosan. Sebelum
masuk kami menyewa sebuah senter seharga 10.000 rupiah. Masuk ke dalam gua yang
gelap memang menyeramkan jika tanpa cahaya. Itu lho jebakan batman, bisa saja
kaki masuk dalam cerukan lantai atau dasar gua yang tidak rata. Seorang guide
menjelaskan pada rombongan keluarga besar, kami mencuri-curi dengar, ada batu
yang menyerupai kaki gajah, ada batu cari jodohlah. Wah, menjual sekali bapak
ini.. kalau soal jodoh gitu jombloers dan galauers akut pasti heboh!
 |
jalan menuju ke gua Bantimurung |
Jalur trakcing antara gua dan spot air terjun berada persis di sisi
aliran sungai. Dari sana bisa melihat jalur rafting. Tapi hari itu tidak ada
yang rafting. Hanya ada sungai biru kehijauan yang pagari tebing tinggi dan
beberapa betugas yang membersihkan sampah, beberapa lagi menyetrum udang.
Seorang ibu menawarkan nasi dalam kotak mika, seperti dipandu, sama-sama kami
menolak. Leang-leang masih menunggu kami.
 |
Gua Bantimurung |
Masih di Kabuaten Maros, dengan karcis masuk 10ribu kami diantar
oleh seorang pemuda sebagai guide menuju gua. Pertama kami diantar ke Leang
Pettakere. Leang itu sendiri berarti gua.
Di sinilah kami para cewek mengakui kalau kami salah kostum. Ternyata
Leang Pettakere itu tinggi mampus. Harus menaiki tangga besi. Saya dan mbak
Anaz memakai rok panjang, Mbak Lutfi dan encim terusan selutut. Mundur? No way!
Sudah sejauh ini berjalan masa kami tidak melihat cap tangan peninggalan
peradaban masa lalu itu.
Selanjutnya ke Leang Pettae. Syukurlah tidak ada tangga besi nan
tinggi kali ini. Tempat ini dipercaya dulunya adalah laut, dinding gua yang
tersusun dari karang dan tiram cukup menyiratkan bagaimana tempat itu di masa
lalu. Di gua ini juga ada lukisan telapak tangan dan gambar rusa. Pengunjung
situs purba itu sepi, Cuma ada rombongan kami. Jadi lebih leluasa. Sayang
baterai poket cam ngedrop di sini.
Meninggalkan Leang-Leang dengan kelaparan itu ternyata tidak baik.
Sepanjang perjalanan menuju Ramang-Ramang hanya diisi dengan celotehan gila untuk
menutupi rasa lapar. Sepanjang perjalanan kami tidak menemui warung yang layak
untuk mencharge lambung. Boleh jadi si ibu yang menawari makanan di Bantimurung
tadi menertawai kami jika dia tahu hal ini.
 |
Leang Petta Kere.Trivia alert: mana lukisan tangannya hayooo? |
Jadilah di sinilah asal muasal geng #sederhana. Diawali dengan
warung sederhana, kata sederhana mengilhami banyak banyolan hingga kami tiba di
Ramang-Ramang, kelelahan dan kelaparan dan mabuk tertawa. Bahkan mbak Anazkia
yang kalem itu ikut-ikutan bencanda. Hanya bang Bradley tampak ngantuk dan
tertidur. Cuma mbak Lutfi yang sempat turun dari mobil dan mengambil gambar,
itupun cuma diberi waktu oleh Daeng Ipul 5 menit.
 |
Masih di kompleks Lang-Leang. Di sini dulunya laut lhoo |
Dari Maros ke Pangkep dan meluncur ke Makassar. Diajak ke tempat
makanan daerah pelelangan ikan. Sebuah rumah makan terkenal yang bahkan
Presiden pun pernah mampir. Ah pokoknya makan apa saja akan terasa nikmat jika
kau sudah kelelahan dan kelaparan. Ikan bakar, sambal yang dibumbui kacang dan parutan
mangga yang aneh tapi enak, sop sayur. Alhamdulilah.. perut terisi, kewarasan
kembali.
Dari sana kami masih diajak kopdar terakhir dengan anak Anging
Mamiri. Seharian dengan jalan, capek, kusam, belum mandi dan langsung
dicempuling ke tengah peradaban dan anak nongkrong. Tak apalah, ini yang
terakhir bertemu mereka. Kopdar perpisahan. Dan kami pun berpisah. Termasuk geng
sederhana. Sedih.
Akhirnya saya dan encim naik taksi menuju kosan Ayu. Masih ingat adek
kelas yang pada hari pertama saya tiba di Makassar itu? nah di kosan dialah
kami menginap semalam.
Melepas lelah dan menikmati malam terakhir di kota Daeng.
 |
ada penampakan :p |